Frima Nainggolan Web Blog. Powered by Blogger.

Wednesday, 16 November 2011

Solider, Seluruh Negeri Kembali Bergolak

Demonstran menduduki bandar udara, fasilitas militer, DPRD, stasiun RRI, atau stasiun TVRI. Solidaritas terhadap korban Tragedi Semanggi yang menggerakkan mereka.

PEMBANTAIAN mahasiswa dan elemen rakyat lain pada Tragedi Semanggi Jakarta Selatan, telah menyulut marah seluruh negeri. Sejak 13 November, Jumat, unjuk rasa merebak di mana-mana, dengan tuntutan dan pola aksi yang kurang lebih sama. Pengakhiran Dwifungsi ABRI menjadi isu sentral, di samping mengadili Soeharto segera. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal Wiranto dan Presiden B.J. Habibie yang dianggap sebagai orang paling bertanggung jawab dalam penembakan tersebut dituntut mundur. Selain itu, legitimasi pemerintah mantan Menteri Riset dan Teknologi itu kembali digugat di sana-sini.

Yang menarik dalam aksi-aksi sekarang adalah berkembangnya pola pendudukan, terutama, gedung instansi pemerintah yang dianggap strategis, seperti lapangan udara, gedung DPRD, markas militer (komando daerah militer, distrik militer, dan resort militer), stasiun RRI, atau stasiun TVRI.

Di Jakarta, berbagai kelompok aksi mencoba menerobos ke Jalan Cendana, kediaman keluarga Soeharto. Kendati selalu dihadang, dalam beberapa hari di pekan lalu, mereka masih terus mencoba. Melihat seriusnya penjagaan, sulit membayangkan mahasiswa berhasil masuk ke Jalan Cendana, kecuali memang ada kebijakan lain. Misalnya, mantan Presiden Soeharto bersedia menerima beberapa wakil mahasiswa dan mendengarkan tuntutan mereka.

Bila itu juga mustahil dan juga tak ada solusi lain, demo upaya menembus Jalan Cendana bisa tak akan berhenti. Bisa jadi karena menyadari tekad mahasiswa ini muncul usul dari Marzuki Darusman, Ketua Fraksi Golkar di DPR-RI. Ia usulkan mantan Presiden Soeharto dikenai tahanan rumah. Maksudnya tentulah untuk memudahkan pengusutan, selain mencoba melunakkan gerakan mahasiswa.

Andai Presiden Habibie menyetujui usul ini (satu hal yang bakal menjadi kejutan) dan sebuah keputusan dari Kejaksaan Agung turun, akankah mahasiswa mengendurkan aksinya? Entahlah. Sejumlah upaya membongkar segala kebusukan dan kecurangan di negara ini pelan-pelan kehilangan kepastiannya: dari soal Tanjungpriok sampai Sampang, dari huru-hara pertengahan Mei dan penembakan mahasiswa Trisakti sampai kasus “ninja dan dukun santet”.

Berikut ini pantauan aksi protes di beberapa daerah pada pekan lalu.

* Banda Aceh

Lebih 5.000 mahasiswa Aceh turun ke jalan pada hari Kamis, 19 November lalu. Mereka kemudian menduduki gedung RRI selama 24 menit. Di sana, wakil mereka membaca pemyataan sikap dan ultimatum ke Pemerintah Daerah Aceh dan lembaga pemerintah lain. Siaran langsung ini dipancarkan ke seluruh Aceh dan direlai radio-radio swasta. Mahasiswa ini datang ke RRI setelah dari gedung DPRD.

* Banjarmasin

Rabu, 18 November, gedung RRI dan TVRI didatangi kelompok mahasiswa termasuk dari Solidaritas Mahasiswa untuk Realisasi Reformasi dan Gema Mahasiswa Proaksi Reformasi. Seperti di kota lain, dalam pendudukan ini mereka meminta hak siaran. Di RRI, mereka berhasil mendesak pimpinan stasiun untuk menyiarkan langsung aksinya. Di TVRI, mereka harus puas dengan rekaman untuk siaran tunda.

* Manado

Demo yang termasuk terbesar untuk ukuran Sulawesi Utara berlangsung di Manado. Massa yang terdiri dari mahasiswa dan anggota lembaga swadaya masyarakat yang jumlahnya sekitar 500 orang menduduki kantor Komando Resor Wirabuana selama dua jam dan gedung DPRD selama 60 jam pada 16-18 November lalu. Tadinya, mereka hendak bertahan sampai seratus jam. Tapi, Ketua DPRD Sulawesi Utara Rolly Tanos meminta polisi mengevakuasi massa. Evakuasi paksa mengakibatkan dua mahasiswa cedera dan dirawat di rumah sakit.

* Denpasar

Setelah pendudukan Bandar Udara Ngurah Rai pada hari Senin, 16 November, mahasiswa Bali terus bergerak. Empat hari berselang, ratusan mahasiswa yang bergabung dalam Pos Komando Perjuangan Rakyat mendatangi Markas Komando Daerah Militer IX/Udayana. Di sana, mereka mengadakan mimbar bebas.

Dua hari sebelumnya, ratusan dosen dan beberapa dosen yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia unjuk rasa di markas komando daerah militer dan kantor Dewan Pimpinan Daerah Golkar. Mereka membawa karangan bunga. Di RRI, mereka menyiarkan pernyataan sikap. Pada hari yang sama, mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia juga berdemonstrasi di markas komando daerah militer.

* Ujungpandang

Setelah menduduki Bandar Udara Hasanuddin pada hari Jumat, 13 November, mahasiswa kembali bergerak. Kecewa dengan hasil sidang istimewa MPR, mereka kini mengubah tuntutannya: membentuk Negara Federal Sulawesi Selatan Merdeka. Hasil sidang istimewa itu, menurut mereka, tak aspiratif karena tetap mempertahankan asas tunggal Pancasila, Dwifungsi ABRI, serta tak mengesahkan otonomi daerah.

Tuntutan membentuk negara federal mulai bersambut. Saat mahasiswa Universitas Muslim Indonesia unjuk rasa di DPRD Sulawesi Selatan, 16 November lalu, terdengar yel-yel “Sulawesi merdeka”. Tak ketinggalan spanduknya. Gelombang unjuk rasa terus mengalun. Jalan-jalan di Ujungpandang, kantor DPRD, TVRI, dan RRI tak henti-hentinya didatangi.

* Yogyakarta

Setelah “Kemah Antidwifungsi ABRI” yang dilakukan Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan pada 4-13 November dan aksi solidaritas terhadap korban Tragedi Semanggi yang dilakukn Forum Bersama Yogyakarta pada 13 November, para aktivis terus bergerak. Pada 18 November, Solidaritas Massa Rakyat menduduki RRI untuk menyiarkan tuntutan. Besoknya, mereka menduduki stasiun TVRI dan menuntut agar stasiun itu lebih obyektif dalam pemberitaan.

Setelah berhasil memaksakan tuntutannya, massa bergerak ke Markas Komando Distrik Moliter 0724 di Jetis. Di sana, mereka dihalau. Tapi, akhirnya ada negosiasi. Mahasiswa boleh masuk halaman markas militer itu untuk melakukan upacara singkat penurunan bendera menjadi setengah tiang, diiringi lagu Gugur Bunga.

* Mataram

Sejak Senin, 16 November 1998, praktis saban hari Forum Komunikasi Mahasiswa Mataram (FKMM) melakukan aksi menentang represi ABRI. Kelompok yang telah berusia sepuluh tahun ini merupakan gabungan mahasiswa seluruh perguruan tinggi di Mataram.

Senin itu, FKMM menurunkan bendera menjadi setengah tiang di gedung DPRD I Nusa Tenggara Barat Rabu pagi, 18 November, sekitar 900 mahasiswa anggota FKMM bergerak menuju gedung DPRD. Di beberapa kantor pemerintah, termasuk Markas Kepolisian Resor Lombok Barat dan Markas Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, mereka menurunkan bendera menjadi setengah tiang. Kepala Kepolisian Daerah Kolonel Dadang Sutriana menyaksikannya.

Di RRI Mataram, mahasiswa yang menuntut hak siaran bertegang dengan staf RRI dan petugas keamanan. Tiga wakil mahasiswa kemudian dibolehkan siaran 15 menit.

* Semarang

Ribuan mahasiswa Semarang yang berasal dari Universitas Katolik Soegijapranata, Universitas Pandanaran, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Manggala, dan Akademi Kimia Industri Santo Paulus turun ke jalan pada hari Kamis, 19 November. Mereka memprotes pembantaian pada Tragedi Semanggi sekaligus menuntut pertanggungjawaban Panglima ABRI Jenderal Wiranto. Mereka berusaha masuk ke Markas Komando Daerah Militer IV/Diponegoro untuk bertemu dengan panglimanya, Mayor Jenderal Tyasno Sudarto. Pasukan pengendali huru-hara yang bertameng mengempang mereka di pintu gerbang. Mahasiswa mencoreti tameng pasukan dengan tulisan “ABRI haus darah, ABRI pembunuh rakyat” dan aneka kalimat lain.

Lima mahasiswa masuk ke halaman markas militer itu dan diterima Asisten Perencanaan Komando Daerah Militer Diponegoro, Kolonel Bambang Suherman. Kelima mahasiswa ini menghendaki seluruh mahasiswa boleh masuk ke markas itu. Tapi, ditolak. Entah siapa yang memulai, bentrokan terjadi. Tiga anggota artileri pertahanan udara terkena lemparan batu mahasiswa, sementara tiga mahasiswa masuk rumah sakit akibat kena pentung dan popor senjata. Sekitar pukul 14.30, Rektor Universitas Katolik Soegijapranata, A.L. Purwa Hadiwardoyo, datang menengahi.

* Solo

Setelah ribuan mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum unjuk protes di Markas Komando Resor Militer 074/Warastratama Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu, 14 November. Empat hari berselang, pedemo kembali datang ke sana.

Sekitar 5.000 massa gabungan dari Gerakan Rakyat Surakarta Antidwifungsi ABRI, Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI) menduduki halaman markas militer tersebut dan menurunkan bendera di sana menjadi setengah tiang pada hari Rabu, 18 November.

Esoknya, Kamis, giliran ratusan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Akademi Bahasa Asing Pignateli yang bergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pignateli untuk Reformasi (Gempur) yang mendatangi Komando Resor Militer 074/Warastratama. Setelah membacakan tuntutan, mereka memaksa komandan resor militer itu, Kolonel Srianto, membacakan tuntutan massa dan mengadakan upacara penurunan bendera menjadi setengah tiang. Permintaan diluluskan.

Pada hari yang sama massa dari FKPI, mahasiswa Akademi Administrasi Perusahan Bentara Indonesia, dan tempur mendatangani RRI Surakarta untuk siaran. Dalamsiaran sepuluh menit itu, mereka menyampaikan tuntutan.

Jumat, 20 Novemher, sekitar seratus anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mendatangi kediaman keluarga Soeharto di Solo. Mereka berhasil memasuki halaman dalam Ndalem Kalitan itu dan diterima kepala rumah tangganya, Sedyatmo.

* Surabaya

Aksi terus merebak sehari setelah Tragedi Semanggi. Pada 14 November, ratusan mahasiswa dari berbagai kampus berkonvoi kendaraan kejalan dan menurunkan bendera menjadi setengah tiang di instansi pemerintah, termasuk stasiun RRI dan gedung negara Grahadi. Pada hari yang suna, mahasiwa yang bergabung dalam Aksi Bersama Rakyat Indonesia dan KAMMI juga melakukan protes.

Esoknya, massa mahasiswa dan rakyat yang bergabung dalam Sidang Rakyat Surabaya membanjiri Grahadi. Mereka menduduki ruang kerja gubernur.

Kamis, 19 November, mahasiswa kembali mendatangi Grahadi. Mereka yang bergabung dalam Komite Aksi Arek-Arek Proreformasi dan Arek Suroboyo Prorefommasi menyatakan sikap. Isinya: meminta Soeharto diadili, menolak B.J. Habibie sebagai presiden, dan menentang peranan sosial-politik ABRI.

Jumat, Kesatuan Aksi Mahasiswa Institut Teknologi Surabaya hendak berdemonstrasi di markas komando daerah militer. Namun, sebelum masuk ke halaman markas militer itu, mereka dihadang ibu-ibu istri tentara yang membawa poster.

* Medan

Setelah Forum Aksi Reformasi Mahasiswa Sumatra Utara menduduki Bandar Udara Polonia dan landasan pacunya pada hari Sabtu, 14 November, Keluarga Besal Universitas Santo Thomas menduduki TVRI, dua hari berselang. Mereka berhasil memaksa TVRI Medan menyiarkan ungkapan dukacita sekaligus protes atas terjadinya Tragedi Semanggi.

Senin itu juga, 16 November, KAMMI berdemonstrasi di kantor Golkar Sumatra Utara. Mereka yang sebagian besar mahasiswi berjilbab dengan berikat kepala ini membawa spanduk dan poster-poster yang isinya menghujat Golkar serta Panglima ABRI Jenderal Wiranto.

Jumat, 20 November, ribuan mahasiswa melakukan tablig akbar di Lapangan Merdeka. Mereka menuntut Soeharto dan kroninya diadili secara politik dan hukum. Begitupun Jenderal Wiranto.

Has/Bengawan Suherdjoko (Semarang). Blontank Poer (Solo). Patria Pombengi (Manado). N.L. Dian P. (Denpasar), Bambang K.W. (Banjarmasin), Rudianto Pangaribuan (Bandung). M. Toha (Ujungpandang). Abdul Manan (Surabaa). J. Anto (Medan),
Koresponden Aceh, dan Koresponden Mataram


sumber : http://jurnalis.wordpress.com/1998/11/28/solider-seluruh-negeri-kembali-bergolak

1 comment:

Note: only a member of this blog may post a comment.

  © Blogger templates Newspaper by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP